Dan Wartawan pun Berguguran

Sudah lewat dari setahun, Covid19 menjadi pandemi di Planet Bumi. Awal-awalnya, seakan fatamorgana saja sang Corona ini.

Awal tahun 2020 lalu, ketika salah satu kerabat komunitas Katolik asal Kalimantan Barat di Jakarta, Ibu Irawati tiba-tiba wafat. Dia dan suaminya baru saja pulang liburan di Jawa Tengah, kemudian masuk rumah sakit. Usianya masih belum lansia, di bawah 60 tahun. Melihat catatan digitalnya, selagi liburan ia menyantap sate kambing dan buah durian dalam waktu yang berdekatan. Kupikir ini komplikasi yang memicu kolesterol tinggi.

Sebulan kemudian, rekan kami yang lain di Forum Dayak Kalbar Jakarta (FDKJ), Stella, juga wafat. Ia baru pulang dari berkujung ke Malaka, Malaysia, kemudian dirawat di RS Pertamina. Ella, demikian ibu seorang putri ini, biasa disapa mengidap penyakit kanker payudara. Dan ia sedang rutin menjalani pengobatan. Termasuk rajin mengkonsumsi air rebusan kayu Bajakah, kiriman dari Kalimantan Tengah.

Ibunya yang memperingatkan untuk tidak ikut jalan-jalan ke Malaka, ditepis Ella.

“Kapan lagi Ma, bisa jalan-jalan dengan anak. Inilah saat untuk menyenangkannya,”ujar Ella pada sang Ibu, Dorothea.

Benar saja, seminggu setelah dari Malaka, Ella masuk rumah sakit. Dari hasil rontgen, paru-parunya dipenuhi kabut putih.

Februari 2020 itu, belum populer gejala Corona. Sehingga jenazah Ella sempat disemayamkan semalam di sebuah rumah duka di Tangerang . Meski jazad cantik Ella dengan gaun putih, ditutup plastik rapat mengetat peti matinya.

Sementara di lingkungan gereja kami, Paroki Santo Yohannes Maria Vianey, Cipayung, Jakarta Timur, awal 2020 itu belasan orang berguguran. Rata-rata berusia lansia,memang.

Kupikir…ah..mungkin sedang terjadi seleksi alam. Insan yang kurang apik menjaga kesehatan tubuhnya, termasuk tidak membatasi diri dalam menyantap makanan yang mungkin berisiko berat, maka akan menerima konsekwensinya. Begitu juga mereka yang memanjakan diri dengan berjalan-jalan ke lokasi yang berisiko tinggi, terpapar Corona.

Hati-hati, Tak Pakai Masker Bisa Mati

Ketika masuk tahun 2021, sebenarnya mulai agak lega. Karena saat itu sudah lebih leluasa. Mall-mall sudah dibuka, restoran dan tempat wisata pun demikian. Hingga tiba-tiba kejadian di India, Corona kembali mengamuk setelah ritual di Sungai Gangga. Tiba-tiba belasan orang kaya India mendarat degan pesawat jet sewaan di Bandara Soekarno Hatta.

Mereka memang diinapkan di ruang karantina di Bandara. Tetapi mereka sudah kadung sampai di tanah Indonesia. Menghirup udara Jakarta, bernafas dan menebar virus Corona yang diidap oleh sebagian dari mereka yang dinyatakan positif.

Tak lama setelah itu, kabar meningkatnya pasien positif Corona di Jakarta pun menebar. Bahkan hingga Jawa Barat, Tengah, Timur hingga Bali, yang kemudian menerapkan PPKM darurat. Satu per satu kolega kami dari kalangan aktivis dan wartawan berguguran. Awalnya setiap bulan sekali ada yang wafat, kemudian per tiga mingguan, per dua mingguan, per minggu, hingga kini setiap hari ada berita rekan wartawan yang wafat.

Aku sampai deg-degan setiap pagi membuka Whatsaap. Karena langsung terpikir, siapa lagi yang dipanggil pulang oleh Sang Pencipta, hari ini.

Budi Djarot dan Neta S Pane, dua aktivis dengan mobilitas tinggi, akhirnya menyerah dihadang Covid 19

Juni 2021 lalu, seorang kolega, Ketua Umum Presidium IPW Indonesia Polce Watch, Neta S Pane wafat setelah 10 hari dirawat di RS Bekasi, karena didera Covid19. Melihat jejak digitalnya, Bang Neta, demikian ia biasa disapa, memiliki mobilitas yang tinggi. Meski berita Corona simpang siur di Mass media, Corona bagaikan fatamorgana saja bagi bang Neta. Pengujung 2020, ia pulang kampung ke Medan, menjenguk ibunya yang sedang sakit. Berlanjut, saat Lebaran 2021, Bang Neta kembali pulang Kampung.

Setelah pulang dari Medan itu, Bang Neta sempat memenuhi undangan sebuah acara di Serang, Ibukota Provinsi Banten.

“Salahnya itu, jika waktu itu Bang Neta ikut kami ramai-ramai liburan ke Pangandaran, mungkin ia masih ada,”ujar Erwiyantoro, sahabat Neta di Komunitas Gilbol- Gila Bola di markas Kandang Ayam, Daksinapati, Rawamangun, Jakarta Timur.

Namun tak juga benar, karena seminggu kemudian, saat tanah makam Neta masih merah, kolega kami, Budi Djarot juga berpulang, dipanggil Penciptanya. Ia wafat saat dirawat di Wisma Atlet, karena Covid19. Dan runyamnya, jejak digital Budi Jarot, aktivis politik ini, sempat bertandang liburan di pantai Pangandaran bersama Toro dan kawan-kawan, memenuhi undangan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, akhir Mei 2021.

Selain menjadi seniman, Budi Djarot , alumni Sekolah Tinggi Publisistik/IISIP ini juga aktif di dunia politik. Ia adalah salah satu tokoh di balik kelompok Gerakan Jaga Indonesia (GJI) dan namanya pernah disorot lantaran kasus pembakaran gambar Rizieq Shihab.

Awal Juli, bertubi-tubi ku mendapat kabar kawan-kawan dekat dan kerabat terpapar Corona. Beberapa kolega di FDKJ, didera Corona. Olivia, Bendahara FDKJ memberi kabar, ia, suami dan anak-anaknya harus isoman, isolasi mandiri. Begitu juga Atasius Hengky yang meminta tolong dimana bisa membeli oksigen untuk putranya yang terpapar Corona. Lalu Sekretaris Umum Dewan Adat Dayak (DAD) DKI Jakarta, Lawadi Nusah mengirim kabar di WAG, sekeluarga terpapar Corona dengan gejala kehilangan indra penciuman dan rasa.

Agustinus, seorang aktivis partai di Gedung Parleman pun tak luput dari dera Covid19. Sendiri ia bergulat melawan Covid dalam isolasi mandiri, di kamar kosnya di Tegal Parang, Mampang, Jakarta Selatan. Ia sempat minta kirim makanan dan obat-obatan sekadarnya. Setelah dua Minggu Isoman dan tes PCR, ia dinyatakan negatif. Berbekal surat bukti negatif Covid19 itu, ia pulang kampung ke Pontianak, Kalimantan Barat.

“Sampai di rumah aku langsung bisa tidur pulas 10 jam. Beda ketika sendiri di kosan Jakarta,”tulis Agus.

Jakarta memang lebih kejam dari ibu tiri. Apalagi di saat Covid begini, orang tak berani keluar rumah.

“Sebelas hari kami tak makan nasi, karena tak bisa merasakan apa-apa, anosmia,”kata Lawadi, yang tinggal di Jakarta coret, Bekasi.

Padahal di Rumah Saja, Terpapar Juga

Adik kami di Salatiga pun tak luput dari gejala Corona. “Sepanjang Juni ada dua saudara kami di Salatiga yang wafat. Memang bukan karena Corona, karena sudah lama sakit dan Mbak yang satu karena sudah lama pula Diabetes,”kata Julius Boy Bidayuh yang menetap di Salatiga.

Sang istri, Rita Ambarwati langsung drop, setelah dua kakaknya itu wafat dalam waktu berdekatan. Ia tak mau dirawat di rumah sakit. Praktis, sang Suami yang telaten merawatnya.

“Kata dokter Rita kena asam lambung, Bukan Covid,” tulis Boy di WAG keluarga.

Adik kami yang tinggal di Depok pun, diam-diam terserang demam dan anosmia. Ia pun tak berani berobat ke dokter. Hanya makan obat flu yang beli di warung.

“Sempat panik waktu Tom sakit. Untungnya Tom mau makan apa saja yang dimasak di rumah. Demam seminggu sekarang sudah sembuh,”tulis Dewi, istri Tom.

Maza Yudha

Jika Tom sembuh dari gejala Covid 19, maka tidak dengan dua kawan wartawan yang juga tinggal di Depok. Maza Yudha, wartawan senior, senior kami saat di Tabloid Wanita Indonesia, beberapa hari lalu wafat karena Covid19.

“Padahal Bang Yudha di rumah aja, gak ke mana-mana,”ujar Irina, sahabat Bang Yudha.

Jejak digital Facebooknya, Maza Yudha terakhir aktif di kalangan Seniman Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan.

Dua hari setelah Bang Yudha wafat, menyusul kabar duka, Budi Gundawan, rekan wartawan semasa di Wanita Indonesia juga wafat.

Budi Gundawan

“Beliau wafat setelah seminggu dinyatakan negatif dari Covid19,”demikian tulis putrinya di WAG Wartawan 3 Zaman.

“Tiap hari selalu ada kabar teman-teman wartawan meninggal. Barusan lihat FaceBook, ternyata ada camera person Indigo baru dimakamkan di TPU Padurenan Bekasi diantar teman-temannya. Karena Covid pula.”

Sabtu pekan lalu TPU Padurenan tempat para jenazah covid Kota Bekasi dimakamkan, merupakan puncak pemulasaraan jenazah, di mana daam satu hari mencapai 117 jenazah dikubur,”demikian berita bersliweran di WAG Wartawan, Whatsaap Group.

Website Ngopibareng mencatat, hingga hari ini, sedikitnya tercatat 38 wartawan di Jawa Timur yang meninggal dunia akibat Covid-19. Mereka adalah wartawan baik yang aktif maupun sudah tidak aktif. Jumlah ini akan terus bertambah, mengingat masih ada wartawan di daerah yang belum dicatat. Sementara itu, jumlah wartawan yang sembuh setelah menderita Covid tercatat 15 orang. Jumlah inipun akan bertambah karena belum termasuk mereka yang ada di beberapa daerah.

Penyerahan uang duka kepada istri G Silaen dari rekan-rekan wartawan

Rekan kami Fotografer di FDKJ, Eddy Don Bosco juga wafat karena Covid19, Juli ini, saat dirawat di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Jejak Digital menunjukkan mobilitasnya yang tetap tinggi meski Corona sedang mendera negeri ini.

“Urusan Kampung Tengah ia tak bisa dicegah,”ujar seorang kawan. Kampung tengah itu perut yang tetap menuntut diisi makanan, agar seluruh tubuh dapat bisa beroperasi.

“Jika diam-diam jak di rumah, mau makan apa,”ujar Eddy yang aktif memotret para model cantiknya untuk berbagai ajang promosi, meski di masa pandemi.

Dan kabar duka juga datang dari Kalimantan Timur yang menjadi salah satu daerah yang tinggi kasus positif Covid19. Dr Edy Gunawan, pernah menjadi Ketua DAD Kaltim , wafat karena Covid19,

Dokter Tirta, influencer dan relawan Covid19 dalam salah satu podcast Noya mengatakan, bagi insan yang telah terbiasa hidup penuh perjuangan di lapangan, biasanya memiliki tentara atau imun yang kuat dalam tubuhnya. Maka, kendati mobilitasnya masih tinggi di luar, saat Corona berkeliaran, toh tentara dalam tubuh kuat menghadang dan bisa luput dari paparannya.

Namun, sekuat apapun para tentara imun tersebut, jika tak ditunjang makanan, pola hidup sehat, niscaya mereka melemah juga. Apalagi jika disertai dahsyatnya tekanan mental, harus menghidupi anak-istri dan keluarga di rumah.

“Mari Guys .. Semangat buat melanjutkan dan mempertahankan hidup kita dan keluarga . Walau apapun yang terjadi sekarang. Kita Lagi mendapatkan kesedihan, beberapa Saudara dan Sahabat juga temen dah banyak yang meninggal. Krisis Ekonomi semakin menyulitkan buat hidup, akibat dampak PPKM Covid 19. Info terbaru dari Pak Jokowi semoga terlaksana Bansos segera tersampaikan ke Masyarakat Baik uang Tunai atau Sembako,”tulis seorang wartawan di WAG.

Jika bantuan uang tunai sebesar yang diberikan pemerintah Joe Biden di USA sana,mungkin banyak warga yang senang hanya di rumah saja. Tapi inikan Indonesia, bukan Amerika. Mungkin nanti jika pabrik Battery yang sedang dikebut sudah berproduksi, Pak Jokowi bisa menyamai Mr Biden dalam memanjakan rakyatnya.

Dan jangan lupa, segera vaksin. “Karena, jika nanti cakup vaksin sudah 70 % penduduk Indonesia, diharpkan kita bisa seperti negara-negara lain, menghadapi Covid seperti FLU biasa . Kalau sudah vaksin itu, umumnya menghadapi gejala seperti flu doang, radang da rada-rada sesak sedikit. Tapi tidak berisiko rawat inap itu”share Valen di WAG Lomon’s Fam.

Jaga kesehatan, isolasi diri dulu, jemur pagi, minum yang hangat-hangat, makan non kolesterol ya kawan-kawan. Terapkan Prokes, protokol kesehatan, mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas. Jika pikiran sedang mumet, bawa dalam sembahyang, sholat, or meditasi.

Moga yang kita impikan segera terwujud. Agar spanduk-spanduk bertuliskan “Hati-hati, Tak Pakai Masker Bisa Mati “, tak lagi menjadi pemandangan di jalan-jalan raya. Mari doakan, Corona berlalu dan warga bisa kembali hidup normal. Amin.

#Dayakdreams menyampaikan rasa bela sungkawa teramat dalam, dengan wafatnya para Dokter, nakes, kolega dan rekan-rekan wartawan, yang gugur di medan pertempuran melawan Covid19.  <<

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.