Tradisi Perayaan Imlek

Etnis Tionghoa di dunia dikenal senang merantau, begitu pula mereka yang tinggal di Kota Pontianak. Bagi sebagian besar mereka, merantau untuk bekerja adalah keharusan demi kehidupan yang lebih baik, dan pulang kerumah membawa cerita sukses kala perayaan Imlek merupakan sebuah impian. Tidak ada yang lebih indah selain pulang berhari raya dirumah, berkumpul bersama keluarga.

Rindu keluarga dirumah yang telah mereka pendam selama berbulan-bulan akan terbayar lunas ketika pulang kerumah, dan waktu yang paling tepat untuk pulang adalah kala merayakan Imlek. Jika akan pulang ke Pontianak menjelang Imlek, tiket pesawat harus dibeli dari jauh hari sebelumnya. Karena menjelang Imlek tiket penerbangan menuju Pontianak sudah seperti ketersediaan tiket kereta di Pulau Jawa saat mendekati hari raya Idul Fitri, selain susah untuk didapat, harganya pun akan naik dari harga normalnya.

Suasana bandara saat Imlek

Saat tiba dirumah, mereka akan disambut keluarga dengan sukacita. Makan besar, berkunjung ke semua kerabat keluarga adalah tradisi yang mereka lakukan. Mereka akan lama tinggal dirumah sebelum kembali merantau, biasanya mereka menunggu sampai hari ke lima belas atau Cap Go Meh yang merupakan perayaan penutup masa Imlek sebelum kembali berpisah dengan keluarga. Bagi masyarakat Tionghoa, setiap perayaan Imlek adalah tentang berkumpul kembali dengan keluarga dimana mereka dibesarkan,

“Setiap Imlek, kami di Pontianak menghargai pentingnya arti dari keluarga, karena sejauh apapun kita melangkah, keluarga adalah tempat untuk kita akan kembali,” ujar Ahun, kakak angkatku, warga Siantan Permai Jalan 28 Oktober Pontianak.

Bagi masyarakat Tionghoa di Pontianak merayakan Imlek selain melestarikan tradisi juga sebagai upaya untuk menjaga identitas mereka. Saya sendiri sebagai putra Dayak, tidak memiliki keharusan untuk merayakan Imlek, tetapi karena setiap hari saya berinteraksi dengan mereka, maka turut berbahagia dengan mereka adalah keharusan bagi saya. Karena ketika perayaan Imlek, kami di Pontianak tidak lagi berpikir tentang siapa diri kami, tetapi kami berpikir tentang apa yang bisa kami lakukan untuk turut serta menjaga tradisi Imlek yang terkenal meriah di kota asal kami.

Tradisi ini akan mulai terasa sekitar dua minggu sebelum hari raya Imlek datang, pada gang-gang perumahan di wilayah Siantan, Pontianak tempat tinggal ku yang banyak dihuni oleh warga Tionghoa, warga akan bergotong royong menghias gapura-gapura dengan memasang lampion dan lampu berwarna-warni.

Malam Imlek merupakan puncak keceriaan bagi mereka yang merayakannya, kelenteng-kelenteng akan ramai dikunjungi warga Tionghoa yang berdoa, Setelah berdoa suasana kota akan ramai dengan warga yang tumpah ruah turun keruas-ruas jalan untuk menonton dan menyalakan kembang api dan petasan, terutama di kawasan pecinan Gajahmada.

Sinar kembang api dan suara bising dari petasan akan berlangsung hingga dinihari, Bagi mereka yang tidak paham dengan tradisi di Pontianak, suara petasan yang memekakkan telinga akan mengganggu tidurnya di malam hari tersebut. Tetapi bagi kami warga asli Pontianak, hal tersebut kami anggap sebagai hiburan, tidak jarang kami malah keluar rumah untuk ikut serta menyalakan kembang api dan petasan bersama para tetangga.

Pagi hari di hari raya Imlek, layaknya hari raya agama-agama lain, akan ada kumpul keluarga dan bagi-bagi angpau, yang akan menjadi acara yang paling ditunggu oleh kaum muda. Di hari pertama hingga hari kelima belas yang biasa disebut Cap Go Meh, tradisi berkunjung ke rumah kerabat akan terus berlangsung. Tradisi ini masih terjaga hingga kini di Kota Pontianak.

Leave a Reply

Your email address will not be published.