Ibukota di Kalimantan, Orang Dayak Harus Ada di Kabinet

Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) menggelar Rapat Koordinasi Nasional di hotel Neo Tendean, Jakarta Selatan, 18 Mei 2019, dengan tema  “Membangun Kekuatan Intelektual Masyarakat Dayak dalam Menyongsong Perubahan Zaman”.

Diprakarsai pengurus FIDN pusat dengan Ketuanya DR  Yovinus, MSi yang bermarkas di Cimahi, Bandung,turut hadir pengurus dari Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dan FIDN Jakarta. Hanya Kalimantan Selatan yang tidak hadir.

DR. Andri Elia (kiri) DR Yovinus, MSi (kanan)

Dalam diskusi yang dipandu Hendrik Segah dari Kalteng, beragam masalah tentang masyarakat Dayak diungkap. Yang paling hangat adalah tentang kesiapan masyarakat Dayak menghadapi rencana pemindahan ibukota negara ke Kalimantan.

Rektor Universitas Palangkaraya DR. Andri Elia, sekaligus Ketua Harian Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah menyatakan, Kalteng sudah menyiapkan 550 Ha lahan untuk calon ibukota baru. Ia menyatakan pembanguan ibukota tidak akan menimbulkan benturan dengan masyarakat.

Prof. Ir. Yetrie Ludang, MP., (kiri atas), Daniel (kanan atas), Hendrik Segah (kiri bawah), and DR. Andri Elia

“Orang pikir pindahkan Jakarta ke Palangkaraya, dan akan memindahkan 1,4 juta ASN ke Kalteng dan kondisi itu dikuatirkan akan mengganggu masyarakat Kalteng. Tidak akan diganggu, karena betul-betul kota baru yang akan dibangun di belantara. Di daerah itu tidak akan bisa dikeluarkan sertifikat hak milik, dan Hak Guna usaha. Tidak ada pula lahan gambut di Bukit Nyunting, Gunung Mas, dimana siap dibangun Istana Negara, Green City Virgin Forest,”ujar Dr Andri, Pak Rektor UPR ini menyatakan tentu tidak semua ASN dari Jakarta akan diboyong ke Kalimantan.

“Kediaman para ASN akan langsung berhubungan dengan kantor-kantor Kementerian. Perumahan akan dibangun ke atas, di atas lahan yang efisien 40 HA untuk kediaman 30 ribu ASN,”papar DR Andri.Tokoh Ombudsman Kalteng, Mambang mengatakan adalah anugerah bagi bangsa Dayak, jika ibukota pindah ke Kalimantan.

“Apalagi Gunung Mas dekat dengan perbatasan Kaltim. Sementara di Kaltim, di Bukit Suharto milik negara, dimanapun ibukota negara di Kalimantan , kita terima. Namun dengan menggunakan tanah Dayak, orang Dayak harus diakomodir dalam Kabinet Presiden Jokowi 2019-2024. Jangan sampai pemerintah hanya ambil tanahnya, tapi juga harus ada menterinya,” tandas Mambang.

“FIDN tidak berpolitik praktis, namun FIDN mendorong personelnya menjadi pemangku jabatan di pemerintahan, agar mereka bisa turut berperan membuat kebijakan pada orang Dayak itu sendiri”.

Dr Yovinus, MSi, Ketua FIDN Pusat ; “Alasan pemindahan itu adalah untuk pemerataan? Ini tugas pemerintah, bukan menunggu ibukota dipindahkan”.

Yuliester Harun, Dayak Kalteng menetap di Jakarta ; ”Jadikan orang Dayak sebagai salah satu penentu kebijakan. Di antara 6000 posisi penting di negeri ini, harus ada orang Dayak. Khususnya di Kalimantan yang kaya tambang dan emas.

Daniel, ASN dari Kalbar ; FIIDN bukan kompor karena kita minoritas. Tapi diharap bisa menjadi garam khususnnya untuk daerah kita, Kalimantan.

Suwardi dari Kalimantan Tengah : “Kita tidak berpolitik, tapi kita bisa mendorong anggotanya untuk berpolitik praktis. Kita kecil tapi kita bisa jadi garam”.

Sukardi, Ketua FIDN Jakarta: “ FIDN menjadi poros tengah antara pihak yang pro dan kontra rencana perpindahan ibukota ke Kalimantan, yang seolah-olah Kalimantan akan dijajah lagi”.  <<<

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.