Para duta adat seluruh Indonesia, berkumpul di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, pada 9-11 Agustus 2019. Tampil dengan busana adat daerah masing-masing, mereka merayakan Hari Masyarakat Adat Sedunia, sekaligus ulang tahun ke-20 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Berbagai suku ada di sana. Dari Sabang sampai Merauke, bahkan ada juga perwakailan Adat dari Amerika Latin, Amerika Utara dan lainnya. Namun yang paling menonjol adalah para duta adat dari Kalimantan. Terutama Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
“Dari Kalimantan Barat, hadir 600 orang mewakili 14 kabupaten/kota di Kalbar,”ujar Mina Susanna Setra, Ketua Panitia Hari Masyarakat Adat Sedunia (Himas), saat itu.
Mina Setra, wanita berdarah Dayak Pompakng, di Sanggau Kapuas, Kalimantan Barat adalah Deputi AMAN yang membidangi masalah sosial dan budaya.

“Saya mulai aktif di AMAN ini sejak tahun 1999, sejak awal berdiri. Mulai dari Aliansi Masyarakat Adat di Kalimantan Barat tahun 1998,”ujar Mina.
Baca juga: Kiprah Anggota Dewan yang Menolak Suap Demi Hak Masyarakat Adat
Karena Sang Ketua panitia Himas dari Dayak Kalbar, dan memboyong ratusan duta adat dari Kalbar pula, tak heran jika menu makanan yang disajikan panitia untuk disantap bersama-sama pun beraroma khas Dayak. Ada tempoyak dengan ikan teri, tumis daun ubi dan ikan masak kuning dan lainnya. Dan pelaku usaha kerajinan dari Kalbar dan Kalteng pun turut menyemarakkan Festival Budaya Himas sama 3 hari itu.
Mina Setra adalah aktivis adat, lingkungan dan hak tanah, aktif di bidang kebijakan dan advokasi di AMAN ini sejak didirikan tahun 1999. Mina pernah terlibat dalam program global PengurangaN Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Pada tahun 2012, Mina memimpin tim advokasi untuk mengajukan tinjauan UU Kehutanan ke Mahkamah Konstitusi, yang mengakui hak-hak adat masyarakat adat. Mulai tahun 2014, Mina menjadi perwakilan regional wilayah Kalimantan untuk Mekanisme Hibah Khusus bagi Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di Indonesia.
“Mahkamah Konstitusi telah mengkaji hak tanah adat masyarakat adat, namun Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat , nyatanya masih terkatung-katung nasibnya hingga kini,”tegas Mina. <<