Studi Lapangan ( Bagian 6 ) di Desa Adat Penglipuran

Pada dasarnya Pulau Bali bukan hanya sekedar menyuguhkan keindahan obyek wisata pantai dan alamnya saja, namun kebudayaannya juga tidak kalah menarik untuk dipelajari karena masyarakat di Bali masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan dari para leluhurnya.

Setelah melakukan studi lapangan di beberapa tempat di Jawa Timur dan Bali tentang pelajaran Biologi, Fisika, Geografi, Ekonomi, Sejarah, kali ini kami melanjutkan studi di lapangan untuk  pelajaran Kebudayaan dengan tema desa adat.

Penglipuran merupakan salah satu desa adat di Bali yang sangat kental dengan kerukunan dan kebersamaan masyarakatnya. Berjarak sekitar 45 kilometer dari kota Denpasar di jalur jalan raya utama Kintamani – Bangli, desa ini berada di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli dengan luas keseluruhan desa mencapai 112 hektar.

Desa Adat Penglipuran telah ditetapkan sebagai Desa Wisata oleh Pemerintah Kabupaten Bangli tahun 1995, sejak saat itu desa ini semakin ramai dikunjungi oleh para wisatawan yang ingin mengetahui bagaimana kearifan lokal yang ada di desa ini. Sama halnya dengan tujuan para wisatawan yang datang, kami juga mengunjungi desa ini untuk melakukan studi lapangan.

Menurut masyarakat setempat kata Penglipuran diambil dari kata  Pengeling Pura yang berarti tempat suci yang ditujukan untuk mengenang para leluhur. Masyarakat didesa ini sangat menjunjung tinggi amanat dari para leluhur mereka, terbukti dari terbentuknya desa penglipuran yang sangat mengutamakan kerukunan.

Kami harus berjalan kaki saat masuk kekawasan desa adat penglipuran ini, karena kendaraan baik mobil maupun sepeda motor tidak diperbolehkan masuk, ada lahan yang sudah disediakan untuk parkir kendaraan yang cukup luas dan tidak jauh dari kawasan desa penglipuran ini.

Disekitar pintu gerbang utama masuk ke desa terdapat suatu tempat yang dinamakan Catus Pata yang merupakan area yang terdiri dari balai desa, fasilitas masyarakat, dan ruang terbuka hijau berupa taman yang asri.

Rumah di Desa Adat Penglipuran

Angkul – angkul

Ciri khas yang sangat menonjol dari desa ini adalah arsitektur bangunan tradisional yang rata-rata sama persis dari setiap bangunannya, pintu gerbang disetiap rumah dibuat saling berhadapan satu sama lain yang hanya dibatasi oleh jalan kecil . Pintu gerbang khas Bali ini disebut Angkul-angkul yang juga memiliki arsitektur sama ditiap-tiap rumahnya.

“Di desa adat ini selain berwisata, siswa diwajibkan untuk membuat laporan tentang hubungan antara ketua atau kepala desa adat dengan struktur pemerintahan kabupaten yang ada misalnya RT dan RW,” papar Mita Windarsari, S.Pd, Guru Pembimbing SMP Kristen Satya wacana.

Penataan desa adat ini sudah diwariskan secara turun temurun oleh para leluhur mereka, membuat masyarakat di desa ini selalu memegang teguh falsafah Bali yang disebut dengan Tri Hitakarana. Falsafah  yang mengajarkan masyarakatnya  untuk selalu mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan sesama, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.